Back

Program Pendampingan Untuk Resiliensi Bisnis dan Pemberdayaan UMKM

Kajian bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Boston Consulting Group (BCG)
mengenai kebertahanan sektor UMKM di era disrupsi pada tahun 2020, menunjukkan bahwa
terjadi dampak negatif yang sangat signifikan terhadap sektor tersebut (OJK-BCG 2020).
Sebelumnya, data Kementerian Koperasi dan UKM melaporkan bahwa menjelang pandemi,
terdapat 61,7 juta UKM di Indonesia. Angka ini terus bertumbuh menjadi 62,9 juta di tahun 2017,
dan 64,2 juta pada tahun 2018 (Kemenkop UKM, 2020). OJK beserta Kementerian Koperasi dan
UKM memprediksikan bahwa angka ini akan terus meningkat di tahun 2019, 2020, dan 2021
(OJK-BCG, 2020; Kemenkop Ukm, 2020). Akan tetapi, terjadinya wabah pandemi Covid-19 pada
awal tahun 2020 menyebabkan banyak kerugian, yang salah satunya adalah penurunan aktivitas
perekonomian secara global dan nasional. Situasi pandemi Covid-19 juga mengakibatkan banyak
ekonomi negara maju dan berkembang terkoreksi, sehingga mengarah pada potensi resesi ekonomi
global. Salah satu aspek yang mendapatkan tekanan sangat besar sebagai dampak negatif dari
perlambatan ekonomi ini dirasakan oleh para pelaku UMKM di Indonesia. Perlambatan ekonomi
sektor UMKM ini juga ditandai dengan terjadinya penurunan penjualan sebesar 56%, macetnya
aspek pembiayaan (22%), masalah terhadap jalur distribusi barang (15%), dan kesulitan untuk
memperoleh bahan baku produksi (4%).
Tidak hanya UMKM, aktivitas pembiayaan modal terhadap UMKM yang selama ini
dilakukan oleh bank dan lembaga keuangan non-bank juga mengalami kendala serupa. Dalam
konteks pembiayaan, pemerintah telah mengambil kebijakan untuk membantu dan meringankan
pemulihan ekonomi debitur UMKM. Sejumlah langkah kebijakan tersebut tertuang pada UU No.
2 tahun 2020 dan No. 23 tahun 2020. Pemerintah mengalokasikan anggaran Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN) sebesar Rp123,46 triliun terhadap sektor UMKM. Selain itu, lembaga perbankan
juga menerapkan subsidi bunga, pemberian insentif pajak, dan penjaminan kredit modal kerja baru bagi UMKM. Akan tetapi, meskipun pemerintah telah melakukan banyak upaya dan terobosan
guna menjaga likuiditas dan kemampuan UMKM terhadap akses pembiayaan, belum banyak
dampak positif yang dapat dirasakan para pelaku UMKM, terutama saat mereka harus memaksa
kemudi bisnis masuk ke mode bertahan (survivorship).
Terkait masalah ekonomi dan permasalahan sosial yang dihadapi oleh dunia usaha dan
industri selama pandemi berlangsung, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset dan Teknologi meluncurkan program pendanaan. Program ini bertujuan untuk menghadirkan
perguruan tinggi (PT) sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh dunia
industri. Selama ini, pemerintah menganggap bahwa belum terjadi keselarasan yang optimal antara
PT dan dunia industri, sehingga link and match antara kedua entitas tersebut masih sangat terbatas
(Kemdikbud, 2021). Upaya link and match ini pada akhirnya diwujudkan melalui program
Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM), di mana kolaborasi antara dunia industri dan PT
diharapkan dapat menciptakan sebuah ekosistem yang lebih erat, terintegrasi, dinamis, dan
terakselerasi sempurna. Azas kebermanfaatan ini juga diharapkan menghasilkan keuntungan bagi
kedua belah pihak, sehingga konektivitas pengembangan ilmu di PT dapat bersinergi dengan
kebutuhan industri. Sebagai upaya untuk mewujudkan misi tersebut, Universitas Paramadina
melalui Program Studi S1 Manajemen, Program Studi S1 Psikologi, dan Program Studi S1 Teknik
Informatika bekerja sama dengan Garda Transformasi Formal Usaha Mikro (Transfumi) untuk
melakukan kegiatan pelatihan, pembinaan, dan kegiatan potensial lainnya dengan para penerima
manfaat dari mitra dunia industri, dalam konteks ini ialah mitra (penerima manfaat) Garda
Transfumi.