Previous Next

Berita Pemilu Didominasi Peserta Pemilu, Penyelenggara Hanya 8 Persen

Print

SIARAN PERS

 

World Press Freedom Day 3 Mei 2019

Berita Pemilu Didominasi Peserta Pemilu, Penyelenggara Hanya 8%

 

JAKARTA— Pemberitaan mengenai Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 didominasi oleh peserta pemilu yakni sebanyak 60%. Mereka yang termasuk dalam kategori ini: kandidat calon presiden/calon wakil presiden, legislatif, partai politik (parpol), dan tim sukses. Sedangkan penyelenggara Pemilu, yakni  Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hanya menempati porsi 8% pemberitaan media atau kurang dari 10%.

Hasil Penelitian tersebut dipaparkan dalam acara Diskusi “Peran Media dalam Pemilihan Umum dan Tantangannya di tengah Era Disinformasi” dalam rangka World Press Freedom Day, di Paramadina Graduate School of Communication (PGSC), Jakarta, Rabu (2/5) dengan narasumber Ika Karlina Idris, Ph.D (Ketua Tim Peneliti PGSC) dan Malik Gismar, Ph.D (Pakar Komunikasi Politik).

“Sayangnya, dari 800 pemberitaan di media massa hanya 30% yang melakukan verifikasi terhadap pemberitaan. Sebanyak 70% pemberitaan ditulis tanpa melalui verifikasi kepada narasumber untuk menguatkan angle pemberitaan ataupun yang kontra terhadap angle pemberitaan. Padahal, pada era disinformasi seperti ini media tidak hanya berfungsi memberikan informasi (to inform) tapi juga melakukan verifikasi (to verify),” papar Ika.

Malik mengingatkan pentingnya wartawan melakukan cover both sides dalam menuliskan pemberitaan. “Cover both sides inside the truth. Media punya kewajiban men-challenge berita dengan truth, kebenaran,” tambah dia.

Setelah Pemilu, lanjutnya, justru media tidak banyak memberitakan bagaimana kinerja demokrasi. Tidak dalam wacana yang sulit untuk ditulis, tapi beberapa isu misalnya mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Misalnya media tidak pernah mengangkat secara spesifik mengenai APBN/APBD. Padahal ini penting bagi demokrasi. APBN/APBD mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), atau misalnya media mengangkat isu mengenai ketimpangan penghasilan di Indonesia,” ujarnya.

Memperingati World Press Freedom Day 2019, kebutuhan kita akan pers yang berkualitas justru semakin mendesak. “Agar masyarakat dapat berdaya, tentu kita harus lebih dulu memberdayakan pers kita. Salah satu upaya untuk menguatkan kualitas jurnalisme adalah dengan membangun pers yang berdaulat,” kata Ika.

Penelitian dilakukan terhadap 800 berita dari 7 (tujuh) media massa online yakni Kompas.com, Tempo, Vivanews, Merdeka, Okezone dan Sindonews. Penelitian dilakukan terhadap pemberitaan selama masa Pemilu berlangsung, Januari – Maret 2019 dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Pada produk jurnalisme online, menurutnya, konten didominasi oleh berita ucapan atau hasil wawancara. Hampir setiap saat bisa kita temui berita yang akhirnya “dikendalikan” oleh narasumber melalui pendapat, peristiwa, ataupun aksi yang sarat akan sensasi. Politisi, konsultan strategi komunikasi, ataupun pengamat, kini dapat ikut mengontrol narasi dan agenda di media dengan pendapat dan aksi sensasional, yang seringkali tak ada faedahnya bagi masyarakat. Utamanya pada media online, kebutuhan akan konten berita akhirnya menjebak pers terseret dalam arus pemberitaan yang dikendalikan oleh pendapat pembacanya.*)

 

 

Contact Person

Tria (081212851133)

Joomla SEF URLs by Artio