Hikmah dari Luqmanul Hakim

Oleh: Fuad Mahbub Siraj*

 

Para ulama salaf (ulama generasi terdahulu) mengalami perbedaan pendapat mengenai asal-usul Luqmanul Hakim: apakah ia seorang nabi ataukah sebatas seorang hamba Allah yang saleh saja. Luqman adalah seorang budak Habsyi dan tukang kayu. Terhadap kedua pendapat tersebut kebanyakan para ulama salaf setuju kepada pendapat kedua. (Ibnu Katsir: 1990 : III : 427).

Jamaal ‘Abdul Rahman mengutip pemaparan Imam Jalalain (Musthafa Jalalain dan Jalaluddin as-Suyuti) mengenai Lukman yang diberi gelar al-Hakim sebagai berikut. Luqmanul Hakim adalah seorang lelaki yang dikaruniai hikmah oleh Allah SWT sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya, (QS Luqman [31]:12)

 

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman….” (Alquran dan terjemahnya Depag RI: 2005 : 412).

Hikmah yang Allah SWT berikan kepadanya antara lain berupa ilmu, agama, benar dalam ucapan, dan kata-kata yang bijaknya cukup banyak lagi telah di-ma’tsur.

Sebuah kisah Luqmanul Hakim beserta anaknya yaitu ketika Lukman mengajak anaknya untuk menunggangi seekor keledai mengelilingi suatu kota. Pada suatu hari Luqman bermaksud memberi nasihat kepada anaknya. Ia pun membawa anaknya menuju suatu kota dengan menggiring seekor keledai ikut berjalan bersamanya. Ketika Lukman dan anaknya lewat di hadapan seorang lelaki, ia berkata kepada keduanya,“Aku sungguh heran kepada kalian, mengapa keledai yang kalian bawa tidak kalian tunggangi?”

Setelah mendengar perkataan lelaki tersebut Luqman lantas menunggangi keledainya dan anaknya mengikutinya sambil berjalan.

Belum berselang lama, dua perempuan menatap heran kepada Luqman seraya berkata,“Wahai orang tua yang sombong! Engkau seenaknya menunggangi keledai, sementara engkau biarkan anakmu berlari di belakangmu bagai seorang hamba sahaya yang hina!”

Maka, Luqman pun membonceng anaknya menunggangi keledai.

Kemudian Luqman beserta anaknya yang ia bonceng melewati sekelompok orang yang sedang berkumpul di pinggir jalan. Ketika mereka melihat Luqman dan anaknya seorang dari mereka berkata,“Lihatlah! Lihatlah! Dua orang yang kuat ini sungguh tega menunggangi seekor keledai yang begitu lemah, seolah keduanya menginginkan keledainya mati dengan perlahan.”

Mendengar ucapan itu Luqman pun turun dari keledainya dan membiarkan anaknya tetap di atas keledai. Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan hingga bertemu dengan seorang lelaki tua. Lelaki tua itu kemudian berkata kepada anak Luqman,”Engkau sungguh lancang! Engkau tidak malu menunggangi keledai itu, sementara orangtuamu engkau biarkan merangkak di belakangmu seolah ia adalah pelayanmu!”

Ucapan lelaki tua itu begitu membekas dalam benak anak Luqman. Ia pun bertanya pada ayahnya,”Apakah yang seharusnya kita perbuat hingga semua orang dapat rida dengan apa yang kita lakukan dan kita bisa selamat dari cacian mereka?”

Luqman menjawab,”Wahai anakku, sesungguhnya aku mengajakmu melakukan perjalanan ini adalah bermaksud untuk menasihatimu. Ketahuilah bahwa kita tidak mungkin menjadikan seluruh manusia rida kepada perbuatan kita, juga kita tidak akan selamat sepenuhnya dari cacian karena manusia memiliki akal yang berbeda-beda dan sudut pandang yang tidak sama, maka orang yang berakal, ia akan berbuat untuk menyempurnakan kewajibannya dengan tanpa menghiraukan perkataan orang lain.” (Lafif min’l-Asatidzah : tt : 135-136).

Kemudian, anaknya bertanya,”Apakah yang mesti dilakukan oleh orang yang berakal?”

Luqman kemudian menjawab,”Benar dalam berbicara dan diam terhadap hal-hal yang bukan urusanku.”

Bagaimana agar orang berakal bisa melakukan hal yang demikian ayahanda, karena orang berakal memiliki ilmu dan pengetahuan?

Anaknya kemudian melanjutkan bertanya,”Bagaimana untuk bisa mendapatkan pengetahuan?”

Luqman menjawab,”Dengan mengetahui apa yang kamu tahu dan ketahui apa yang tidak engkau tahu. Orang-orang yang kita lewati tadi adalah orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan dan tidak punya semangat untuk mendapatkan pengetahuan, sehingga mereka berbicara berdasarkan apa yang mereka lihat tanpa melakukan tabayun terhadap kita. Orang yang berakal dan berilmu pastilah menjaga dirinya dari keburukan.”

Anaknya kemudian bertanya,”Apakah yang dapat merusak diri manusia pada awalnya?”

Luqman kemudian menjawab,”Lidah dan hati manusia dan keduanya juga yang menjerumuskan manusia kepada kehinaan.”

 

*Staf Pengajar Universitas Paramadina Jakarta  

 

sumber:

https://www.beritasatu.com/jalan-pulang/552316/hikmah-dari-luqmanul-hakim