Artikel : Sukuk Daerah Bisa Menjadi Alternatif Pembiayaan Publik Berbasis Syariah

Print

mysharing.co

by Yudi Suharso on 03/04/2017

 

 

Pengelolaan pembiayaan publik semakin kompleks selaras dengan tuntutan kebutuhan pembangunan di daerah. Selain itu, alternatif pembiayaan bagi daerah, seperti sukuk (obligasi daerah) untuk daerah perlu segera direalisasikan.

Isu diatas ini menjadi fokus utama dalam Seminar Nasional bertajuk “Urgensi Alternatif Pembiayaan Publik yang berbasis Syariah” yang diadakan Kamis 30 Maret 2017 oleh Islamic Economics Forum for Indonesia Development (ISEFID) dan Program Magister Manajemen Universitas Paramadina di Paramadina Graduate School, Universitas Paramadina.

Seminar tersebut, menghadirkan Suminto, Ph.D – Direktur Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan, Dr. Handi Risza – Ketua Program Studi Magister Manajemen Universitas Paramadina, dan Dr. Dodik Siswantoro – Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

 

Direktur Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan RI – Suminto menyatakan, bahwa sukuk daerah atau Obligasi Daerah perlu dipertimbangkan untuk mengatasi keterbatasan anggaran dalam mendorong akselerasi pembangunan daerah.

“Sukuk daerah bukanlah untuk mendorong daerah-daerah untuk berhutang, tapi supaya proses pembangunan daerah dan nasional bisa sejalan sesuai dengan rencana pembangunan nasional yang sudah ditentukan, baik dalam RPJMD mapun dalam RPJM,” tegasnya.

Menurut Suminto, pada dasarnya sukuk merupakan instrumen yang menggunakan pendekatan investasi daripada pendekatan hutang. Namun diakui masih dibutuhkan sosialisasi yang lebih mendalam kepada para pemangku kebijakan di daerah dalam aplikasinya.

Sementara itu, Dr Handi Risza Idris, Ketua Program Pascasarjana Universitas Paramadina, yang juga Sekretaris Eksekutif ISEFID menggarisbawahi, perlunya pemikiran baru terkait pengelolaan keuangan negara dan daerah. Bahkan Handi menyebutkan, bahwa kini adalah saat yang tepat untuk meninjau ulang atau merevisi dasar kebijakan pengelolaan keuangan negara dan daerah.

“Terobosoan menggunakan sukuk daerah dapat menjadi alternatif yang sangat potensial, meski membutuhkan kesiapan daerah berupa regulasi dan budaya pengelolaan anggaran yang lebih baik. Sukuk daerah sendiri dengan sifatnya transaksinya yang berbasis underlying asset/project diyakini akan memberikan kemanfaatan seperti tepat guna anggaran, transparansi, akuntabilitas dan pengawasan pengelolaan anggaran yang lebih baik bagi pemerintah daerah,” papar Handi panjang lebar.

Menurut Handi, salah satu rujukan yang bisa diambil dalam melakukan proses adaptasi dan perbaikan kebijakan ini adalah merujuk kepada konsep yang ada dalam diskursus ekonomi Islam.

Sedangkan Dr Dodik Siswantoro, dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, menyampaikan proses reformasi administrasi yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz sebagai salah satu model yang bisa diteliti.

Dodik mengharapkan, pengelola keuangan daerah perlu mengambil inspirasi dan belajar dari penerapan model kebijakan fiskal Islam dalam konteks kontemporer.

“Corak instrument-instrumen keuangan publik dalam ekonomi Islam yang menempatkan kelompok masyarakat kecil sebagai objek pertama dan utama pembangunan ekonomi, menjadi salah satu pelajaran yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan anggaran pemerintah,” demikian ungkap Dodik.

Sebagai bahan informasi, penerbitan Sukuk Negara Ritel secara reguler sejak tahun 2009 telah menjadi salah satu instrumen financial inclusion yang luar biasa dan turut berperan efektif dalam upaya transformasi masyarakat Indonesia dari saving-oriented society menjadi investment-oriented society.

Sampai dengan tahun 2016, telah diterbitkan delapan seri Sukuk Negara Ritel dengan nilai penerbitan yang semakin meningkat. Minat masyarakat terhadap Sukuk Negara Ritel juga semakin baik, hal ini terlihat dari jumlah nominal penerbitan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya dari sebesar Rp5,5 triliun pada tahun 2009, menjadi Rp31,5 triliun pada penerbitan tahun 2016. Total akumulasi penerbitan Sukuk Negara Ritel sampai dengan saat ini adalah sebesar Rp122,3 triliun (DJPPR, Kemenkeu, 2017).

http://mysharing.co/sukuk-daerah-bisa-menjadi-alternatif-pembiayaan-publik-berbasis-syariah/

Joomla SEF URLs by Artio