Spritualitas Mudik

Oleh: Aan Rukmana MA

Umat Islam di berbagai belahan dunia menunaikan ibadah puasa sudah memasuki awal minggu keempat. Itu artinya tidak lama lagi umat Islam di mana-mana akan merayakan Idul Fitri sebagai hari kesucian di mana seluruh saudara akan berkumpul bersama sambil merayakan hari kemenangan bersama.

Ada suatu tradisi menjelang Idul Fitri--khususnya di masyarakat Indonesia--, yaitu fenomena mudik alias pulang kampung beberapa saat sebelum Idul Fitri tiba. Mudik sudah menjadi tradisi tahunan umat Islam. Maka tidak aneh jika pemberitaan mudik menjelang Idul Fitri selalu menduduki berita utama di berbagai media baik koran, televisi, dan lain sebagainya.

Menjelang mudik, biasanya pasar-pasar ramai dikunjungi pembeli untuk berbelanja guna keperluan pulang kampung. Tiket semua moda transportasi sudah habis dipesan dan bersamaan dengan itu intensitas kejahatan pun semakin tinggi. Di mana-mana orang berusaha, dengan berbagai cara, baik halal maupun haram, untuk mengumpulkan bekal mudik ke kampung halaman.

Lebaran terasa kurang sempurna jika tidak dirayakan di kampung halaman sendiri. Keinginan mudik begitu menggebu sampai-sampai banyak dari masyarakat yang rela pulang kampung bersama segenap keluarga menggunakan motor menempuh jarak ratusan kilometer dengan risiko yang bisa datang kapan pun.

Ada juga sebagian masyarakat yang meminjam uang asalkan dapat mudik berjumpa dengan sanak famili di kampung. Apa sesungguhnya yang mendorong umat Islam begitu bersemangat untuk mudik? Apakah mudik semata persoalan sosiologi atau ekonomi semata? Ataukah ada hal lain yang lebih dalam dari itu semua?

Mudik--jika diamati lebih jauh--lebih dekat ke persoalan spiritualitas dan kerinduan manusia atas kampung halamannya. Kepenatan hidup dalam perantauan terasa akan terobati jika pulang kampung. Di kampung itulah seseorang jujur menjadi dirinya sendiri. Di kampung itulah seseorang lahir dan mulai mengenal kehidupan. Mimpi-mimpi untuk hidup sukses di perantauan dimulai di kampung halamannya. Kehidupan masa kecil yang harmonis dengan alam menjadikan kehidupan di kampung seperti golden moment yang akan senantiasa di kenang di perantauan.

Bagi siapa pun yang merantau pasti mengingat kampung halaman memiliki suasana batin tersendiri. Hati kita mudah sekali tersentuh jika berbicara tentang tanah kelahiran sendiri. Tidak jarang kita pun mudah meneteskan air mata jika teringat kehidupan masa kecil di perdesaan.

Dari kampung halaman itulah kita membangun tentang makna hidup. Di sanalah manusia belajar tentang arti cinta dan kasih sayang, persahabatan, kekeluargaan yang semuanya menjadi nilai dasar hidup manusia. Maka, jika kita merantau dan di perantauan hidup kita bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat di kampung, maka hati kita pun berontak dan jika pun mudik, kita akan merasa malu.

Sebaliknya jika kita hidup di perantauan dan nilai-nilai kampung masih terus kita pertahankan, maka mudik akan menjadi momen haru dan paling membahagiakan. Istilah “sukses di perantauan” sebetulnya sama dengan “menjaga nilai-nilai kampung di perantauan”. Siapa pun yang akan sukses di rantau akan dijadikan role model bagi yang lainnya, khususnya yang hidup sekampung.

Kampung halaman adalah sumber nilai dan awal mula seseorang bereksistensi. Lupa kampung halaman sama saja halnya dengan melupakan keaslian diri sendiri dan itu artinya kita melupakan hakikat hidup sendiri. Seseorang yang lupa kampung halaman dapat dipastikan tidak akan pernah meraih kebahagiaan. Sebaliknya seseorang yang ingat kampung halaman, apalagi jika sudah berhasil mengamalkan nilai-nilai dasar yang diajarkan di sana maka dapat dipastikan ia akan hidup bahagia dan sukses. Kampung halaman sebetulnya merupakan metafora dari kampung halaman kita yang sebenarnya, yaitu alam akhirat di mana kita bermula dan nanti kita kembali. Selamat bermudik ria dan berjumpa dengan keaslian kita!

Penulis adalah dosen falsafah dan agama Universitas Paramadina, Jakarta.

sumber:

http://www.beritasatu.com/ramadan/437163-spritualitas-mudik.html

About us

Universitas Paramadina berdiri pada 10 Januari 1998, mengemban misi untuk membina ilmu pengetahuan rekayasa dengan kesadaran akhlak mulia demi kebahagiaan bersama seluruh umat manusia.

Latest Posts

Hubungi Kami

Kampus Jakarta
Universitas Paramadina
Jl. Gatot Subroto Kav. 97
Mampang, Jakarta 12790
Indonesia
T. +62-21-7918-1188
T. 0815-918-1190

E-mail: [email protected]
http://www.paramadina.ac.id 

Kampus Cipayung
Jl. Raya Mabes Hankam Kav 9, 
Setu, Cipayung, Jakarta Timur 13880�
T. 0815-818-1186


Kampus Cikarang

District 2, Meikarta,
Cikarang
T. 0815-918-1192�