Puasa Sarana Mendapat Pertolongan Tuhan

Oleh: Zainul Maarif

Manusia adalah makhluk sosial. Tiap manusia memerlukan manusia lain, hingga Adam perlu Hawa, dan bayi pun perlu orangtua, terlebih orang yang hidup bermasyarakat. Kebutuhan seseorang pada orang lain itu menunjukkan bahwa manusia perlu pertolongan.

Pihak penolong manusia pada awalnya adalah orang lain. Meski pada tataran personal, seseorang harus bisa mandiri. Seseorang perlu bantuan orang lain sejak lahir hingga meninggal dunia. Hanya saja, bantuan orang lain berbatas, sebagaimana berbatasnya kemampuan diri.

Sekuat apa pun orang berusaha, ada momen dia harus pasrah pada hasil akhir usahanya. Sedekat apa pun seseorang dengan orang lain, ada momen orangtua, kakak, adik, pasangan hidup, ataupun keturunan, tak sanggup memberi pertolongan. Dalam kondisi di mana diri sendiri dan orang lain tak mampu membantu lagi, seseorang perlu sang penolong sejati.

Tuhan adalah penolong yang sesungguhnya. Dia hadir ketika seseorang sendiri tanpa sanak famili dan handai taulan. Dia kawan di kala sepi, penghibur di kala duka, dan pemberi segala sesuatu yang terkadang tidak dianggap.

Kala suka, acap kali kali manusia melupakanNya. Ketika duka, sering kali manusia baru mengingatNya. Meski begitu, Tuhanlah pendamping sejati manusia walau manusia terkadang melupakannya.

Saat diri sendiri dan orang lain tak mampu mengatasi persoalan, Tuhanlah satu-satunya sang juru penolong itu. Namun bagaimanakah seseorang mendapatkan pertolongan Tuhan, sementara seseorang itu kadang melalaikanNya, dan Tuhan Maha Agung untuk mengurusi persoalannya yang mungkin remeh?

Di dalam Alquran disebutkan: In tanshuru allâh yanshurkum wa yutsabbit aqdâmakum (Jika kalian menolong Allah, maka Allah akan menolong kalian, dan akan memantapkan kaki kalian - QS Muhammad: 7). Kalau kita ingin mendapat pertolongan Allah, maka kita harus menolong Allah. Itu pesan yang terdapat pada ayat tersebut.

Bukankah Tuhan Maha Perkasa dan tak perlu ditolong, sementara manusia justru penuh kelemahan? Maka, mana mungkin yang lemah menolong yang perkasa?

Sesungguhnya, Tuhan memang tak perlu dibantu. Namun Tuhan menyukai kebaikan dan mengecam keburukan. Sekiranya manusia melakukan sesuatu yang disukai Tuhan dan menjauhi sesuatu yang dikecamnya, maka manusia itu telah melempangkan jalan bagi hegemoni kesukaan Tuhan atas ketidaksukaanNya. Pelempangan jalan itu merupakan tindakan "menolong Tuhan", yang notabene tidak dibutuhkan Tuhan, tetapi justru merupakan hajat manusia itu sendiri. Sebab, Allah berfirman: In ahsantum ahsantum li anfusikum (Jika kalian berbuat baik, maka kalian berbuat baik untuk diri kalian sendiri - QS. Al-Isra': 7).

Salah satu "bantuan manusia untuk Tuhan" yang sebagai gantinya akan mengakibatkan bantuan Tuhan untuk manusia adalah puasa. Di dalam Ihya' Ulumiddin, Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan bahwa puasa tidak hanya merupakan ibadah yang pahalanya tak terhitung terserah Tuhan, tetapi juga ibadah yang mendatangkan pertolongan Tuhan. (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihyâ’ 'Ulûmiddîn, Beirut: Darul Fikr, 1995, vol. 1, hlm. 293-294)

Argumen Al-Ghazali dalam hal ini adalah puasa merupakan upaya seseorang mengalahkan musuh Tuhan, yaitu setan yang mengganggu manusia melalui hawa nafsu. Hakikat puasa adalah mengendalikan hawa nafsu. Sejauh hawa nafsu adalah senjata setan, sang musuh Tuhan, maka mengerem hawa nafsu merupakan bentuk "pertolongan bagi Tuhan". Kalau seseorang menolong Tuhan, maka orang itu, sebagaimana disebut di QS. Muhammad: 7, akan ditolong Tuhan. Dengan kata lain, puasa adalah “pertolongan hamba kepada Tuhan” yang akan berimbas pada pertolongan Tuhan untuk hamba tersebut.

Itu sebabnya tak mengherankan bila seseorang yang memiliki hajat tertentu dianjurkan untuk melakukan amal ibadah tertentu yang disertai dengan puasa. Satu amalan terkadang dibarengi dengan puasa satu hari, satu minggu, bahkan lebih.

Di bulan Ramadan, umat Islam diwajibkan puasa satu bulan penuh. Sesuai paparan di atas, puasa tersebut merupakan "pertolongan hamba untuk Tuhan" yang mendatangkan pertolongan Tuhan untuk hamba. Bila puasa sunah yang beberapa hari saja dapat menghadirkan hajat yang didamba, maka bagaimana dengan puasa wajib satu bulan penuh? Semoga puasa Ramadan kali ini mendatangkan pertolongan dari Tuhan bagi para pelakunya. Selamat puasa Ramadan! 

 

Penulis adalah dosen falsafah dan agama Universitas Paramadina Jakarta dan Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU DKI Jakarta.

sumber:

http://www.beritasatu.com/pelangi-ramadan-2016/tausiah/433170-puasa-sarana-mendapat-pertolongan-tuhan.html 

About us

Universitas Paramadina berdiri pada 10 Januari 1998, mengemban misi untuk membina ilmu pengetahuan rekayasa dengan kesadaran akhlak mulia demi kebahagiaan bersama seluruh umat manusia.

Latest Posts

Hubungi Kami

Kampus Jakarta
Universitas Paramadina
Jl. Gatot Subroto Kav. 97
Mampang, Jakarta 12790
Indonesia
T. +62-21-7918-1188
T. 0815-918-1190

E-mail: [email protected]
http://www.paramadina.ac.id 

Kampus Cipayung
Jl. Raya Mabes Hankam Kav 9, 
Setu, Cipayung, Jakarta Timur 13880�
T. 0815-818-1186


Kampus Cikarang

District 2, Meikarta,
Cikarang
T. 0815-918-1192�