Puasa Itu Jalan Pulang

Oleh: Aan Rukmana MA

"Pandanglah kenyataan batiniah dunia dengan mata yang memandang ke dalam, karena dengan mata yang memandang ke luar kau tak akan pernah dapat melihat yang di dalam.” (Nâshiri Khusraw, filsuf Persia)

Pernahkah kita berhenti sejenak dari rutinitas hidup sehari-hari sambil bertanya kepada diri sendiri: apakah arti hidup ini sebenarnya? Apakah hidup ini berproses begitu saja tanpa tujuan (meaningless) atau memang setiap serpihan hidup punya makna terdalam yang tersembunyi?

Dahulu kita tidak ada di dunia ini, kemudian kita menjadi ada dan nanti akan kembali lagi menjadi tiada. Ketika kita mengada di atas muka bumi ini sering kali diri kita disibukkan oleh persoalan-persoalan duniawi yang membuat kita lupa bahwa nanti akan kembali menjadi tiada (kematian). Ketika kita kembali nanti, apakah kita sudah tahu jalan pulangnya?

Agama sejak awal kemunculannya sudah memberikan kabar bahwa hakikat manusia itu dua, fisik dan roh. Sebagai perwujudan fisik, manusia diperintahkan untuk menjaganya dengan cara memberinya makanan-makanan fisik, minum, melindungi fisik dari hal-hal yang membuatnya rusak serta menjaga dan memelihara keindahan fisik. Manusia pun dituntut untuk bekerja, mengembangkan asosiasi, bermasyarakat serta mengembangkan perniagaan guna melangsungkan kehidupan fisik mereka.

Hasilnya, manusia pun mampu mengembangkan sistem perekonomian dan sosial yang kuat hingga mampu melangsungkan kehidupan mereka sampai saat ini. Selain sebagai yang fisik, manusia juga diminta untuk mengembangkan dimensi roh atau spiritualnya. Sebagai dimensi roh, manusia diberi mandat untuk melaksanakan ibadah, berbuat banyak kebaikan, mengembangkan pola hidup yang penuh kasih sayang serta mewujudkan peradaban manusia yang berdimensi ke-Tuhan-an.

Untuk dimensi yang kedua ini tidak secangggih dimensi yang pertama (fisik) perkembangannya. Banyak manusia yang sudah melupakan dimensi yang kedua ini, bahkan ada juga yang beranggapan bahwa dimensi roh dari manusia hanya dongeng belaka dari kaum agamawan. Pandangan inilah yang diwakili kelompok ateis, bahkan yang anti-teis. Akibatnya peradaban yang dikembangkan pun adalah peradaban yang jauh dari nilai-nilai ke-Tuhan-an karena terlalu banyak bertumpu pada material (materialism).

Jika saat ini kita mudah sekali menjumpai sekelompok masyarakat yang sangat berkecukupan dari sisi harta, namun sangat berkekurangan dari sisi kehidupan spiritualnya, itu merupakan cerminan bahwa kehidupan dimensi fisik manusia jauh melampaui perkembangan dimensi roh mereka. Akibatnya, di mana-mana sering terjadi krisis eksistensial. Harta cukup tapi jiwa kosong, kering kerontang yang berakibat pada kehidupan miskin makna. Hidup yang miskin makna ini dialami oleh banyak orang di mana pun, baik yang beragama Islam, Kristen, Yahudi, maupun yang tidak beragama (kaum agnostik atau ateis).

Ciri utama dari kehidupan nirmakna adalah hilangnya orientasi hidup. Di mana-mana manusia merasa kesepian dan jiwanya kosong. Mereka bekerja keras sehari-hari untuk melupakan rasa sepi yang dialaminya. Semakin rasa sepi itu coba dilupakan, semakin besar krisis hidupnya dirasakan.

Di dalam agama, rasa sepi itu sebetulnya adalah sumber dari spiritualitas. Di dalam sepi itu manusia sebetulnya dapat melakukan dialog yang tulus dengan dirinya sendiri. Ia dapat melakukan introspeksi total dari apa yang dikerjakannya sehari-hari. Itu yang menjadi alasan mengapa salat Tahajud (salat tengah malam) begitu dianjurkan oleh Allah. Bahkan, Allah menjanjikan akan mengangkat seseorang kepada posisi yang terpuji (maqâmam mahmûdâ). Inilah janji Allah bagi para hamba-Nya yang mau menemui-Nya di kala yang lain sedang tertidur lelap. Sama halnya dengan ibadah puasa yang saat ini kita jalankan bersama. Sesungguhnya puasa adalah jalan kesunyian untuk kita kembali mengenal-Nya. Puasa adalah jalan pulang menuju kesejatian diri.

Penulis adalah dosen Universitas Paramadina Jakarta. 

sumber:

http://www.beritasatu.com/pelangi-ramadan-2016/tausiah/433375-puasa-itu-jalan-pulang.html 

 

About us

Universitas Paramadina berdiri pada 10 Januari 1998, mengemban misi untuk membina ilmu pengetahuan rekayasa dengan kesadaran akhlak mulia demi kebahagiaan bersama seluruh umat manusia.

Latest Posts

Hubungi Kami

Kampus Jakarta
Universitas Paramadina
Jl. Gatot Subroto Kav. 97
Mampang, Jakarta 12790
Indonesia
T. +62-21-7918-1188
T. 0815-918-1190

E-mail: [email protected]
http://www.paramadina.ac.id 

Kampus Cipayung
Jl. Raya Mabes Hankam Kav 9, 
Setu, Cipayung, Jakarta Timur 13880�
T. 0815-818-1186


Kampus Cikarang

District 2, Meikarta,
Cikarang
T. 0815-918-1192�