Halo para pebisnis keluarga, kapan terakhir anda melakukan survey gaji karyawan?

HarianBernas.com - Ibu Marni sudah menggeluti usaha sejak ia masih berusia lima belas tahun. Pada masa Ibu Marni muda untuk bersekolah tinggi bukan merupakan pilihan keluarganya. Karena orang tuanya beranggapan setinggi-tingginya anak perempuan bersekolah akan berakhir di dapur alias tidak bekerja, sehingga pilihan untuk berhenti sekolah di saat masuk SMA adalah pilihan Ibu Marni, agar ia dapat terjun ke dunia bisnis sebelum akhirnya membina rumah tangga.

Kalau usianya sekarang hampir memasuki kepala enam, berarti paling tidak ia menggeluti bisnisnya, yang berhubungan dengan penjualan sembilan bahan pokok, selama hampir empat puluh tahunan. Dari awal usahanya dahulu, ibu ini selalu punya pegawai yang setia mendampinginya kemanapun ia pergi.

Pegawainya tersebut seorang perempuan juga, bernama Lasiyem yang lebih sering dipanggil dengan sebutan Mbo' Bas, jangan ditanya apa hubungannya antara Lasiyem dengan istilah Bas, atau mengapa sampai terjadi perubahan dari Lasiyem menjadi Mbo' Bas, karena baik Ibu Marni maupun si Mbo' pun tak paham mengapa bisa demikian.

Mbo' Bas ini sebenarnya direkrut oleh Ibu Marni sebagai asisten rumah tangga oleh orang tua Ibu Marni. Tugas utama Mbo' Bas membantu orang tua Ibu Marni membereskan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan rumah tangga, yang belum dapat diselesaikan oleh orang tua Ibu Marni. Pada saat Ibu Marni mendapatkan kesempatannya untuk berbisnis, Mbo' Bas dijadikan Ibu Marni sebagai asisten pribadinya.

Memang tidak jauh-jauh peran yang dilakukan Mbo’ Bas yakni menjadi pendamping Ibu Marni kalau untuk di masa kini mungkin lebih relevan dengan sebutan personal assistant atau asisten pribadi. Kalau sudah bicara mengenai perannya sebagai asisten Ibu Marni bisa dibayangkan bahwa Mbo’ Bas akan ada dimanapun Ibu Marni berada.

Ada yang menarik dari keberadaan Mbo’ Bas bersama dengan Ibu Marni, yakni Mbo’ Bas tidak pernah meminta gajinya dibayarkan oleh Ibu Marni, sebaliknya Mbo’ Bas akan meminta sejumlah uang sesuai kebutuhannya pada Ibu Marni, dan jumlahnya tidak besar, hanya untuk memenuhi keinginannya selain kebutuhan pokok yang sebenarnya sudah disediakan oleh Ibu Marni, karena Mbo’ Bas memang tinggal di kediaman Ibu Marni.

Alhasil, Mbo’ Bas tidak pernah menyadari berapa sebenarnya jumlah gaji yang “seharusnya” ia terima, dan setidaknya ini berlangsung selama puluhan tahun. Manakala Ibu Marni ditanya perihal “gaji” yang semestinya diterima oleh Mbo’ Bas setiap bulannya, jawaban yang didapatkan adalah senilai satu juta lima ratus ribu rupiah, dan jumlah ini menurut Ibu Marni sudah naik dari awal gajinya di masa awal dahulu yang hanya puluhan perak rupiah.

Sontak tentunya siapapun yang mendengar jumlah nominal gaji terkini Mbo’ Bas akan kaget, kekagetan tersebut disebabkan karena nilai yang terlalu jauh jika dikaitkan dengan aturan nilai upah yang ditetapkan oleh pemerintah.

Hal yang menarik adalah, manakala ditanyakan, Ibu Marni beranggapan bahwa jumlah yang diterima Mbo’ Bas sudah besar dan layak. Kemudian, pertanyaan mengemuka oleh karena anggapan tersebut, sebenarnya kapan terakhir Ibu Marni melakukan survey gaji karyawannya? atau jangan-jangan belum pernah.

Rupanya, bisa ditebak, Ibu Marni belum pernah melakukan survey gaji, dan Ibu Marni justru bingung apakah memang perlu pengusaha bisnis skala kecil apalagi dikelola dengan semangat kekeluargaan, seperti dirinya melakukan survey gaji. Jawabannya tentu saja ya, meski ada hal-hal yang perlu diperhatikan.

Beberapa hal catatan mengenai bisnis kecil, memang agak sulit untuk mengikuti “kekinian” yang terjadi di dunia bisnis, apalagi seandainya harus mengekor bisnis yang sudah dikelola secara profesional, mengapa demikian? karena bisnis kecil masih mengandalkan pengelolaan keuangan harian untuk menghidupi bisnisnya yang juga menggunakan ukuran harian.

Selain itu, ketika bicara pengelolaan keuangan harian, omzet yang diterima harus dikurangi dengan biaya-biaya, yang diasumsikan kemudian adalah nilai laba dari bisnis di satu hari. Ini yang kemudian membuat para pemilik bisnis “belum dapat” memikirkan hal lain selain “bagaimana bertahan hidup”.

Jika pemilik bisnis kecil masih pada konsentrasinya pada “bagaimana bertahan hidup” dari konteks harian, maka sangatlah lumrah seandainya para pemilik bisnis kecil yang memulai segalanya secara kekeluargaan tersebut untuk “tidak” memikirkan bagaimana memberi gaji yang kompetitif untuk karyawannya.

Padahal, kemampuan para pemilik bisnis ini menawarkan gaji yang kompetitif akan memiliki dampak yang positif bagi perkembangan bisnis. Apa saja dampak positifnya, salah satunya adalah pemilik bisnis kecil menghargai karyawannya tidak hanya sebatas pemberian fasilitas bekerja saja, namun juga menghargai dari sisi “nilai” sebagai seorang pekerja.

Dr. Anita Maharani

Konsultan Bisnis Keluarga, Akademisi di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia, staf pengajar di Program Studi Manajemen Universitas Paramadina (www.paramadina.ac.id)

Linkedin/Twitter: anitamaharani

Penulis : Anita Maharani

Editor : Elyandra Widharta

sumber:

http://www.anitamaharani.harianbernas.com/berita-27429-Halo-para-pebisnis-keluarga-kapan-terakhir-anda-melakukan-survey-gaji-karyawan.html 

About us

Universitas Paramadina berdiri pada 10 Januari 1998, mengemban misi untuk membina ilmu pengetahuan rekayasa dengan kesadaran akhlak mulia demi kebahagiaan bersama seluruh umat manusia.

Latest Posts

Hubungi Kami

Kampus Jakarta
Universitas Paramadina
Jl. Gatot Subroto Kav. 97
Mampang, Jakarta 12790
Indonesia
T. +62-21-7918-1188
T. 0815-918-1190

E-mail: [email protected]
http://www.paramadina.ac.id 

Kampus Cipayung
Jl. Raya Mabes Hankam Kav 9, 
Setu, Cipayung, Jakarta Timur 13880�
T. 0815-818-1186


Kampus Cikarang

District 2, Meikarta,
Cikarang
T. 0815-918-1192�